Pelanggaran HAM oleh OPM, Warga Terus Jadi Sasaran Kekerasan

kelompok bersenjata OPM terus melakukan aksi kekerasan terhadap warga sipil di Papua—termasuk pembunuhan, intimidasi, dan pengusiran—menimbulkan kecemasan mendalam di komunitas lokal dan sorotan internasional tentang pelanggaran HAM berat.


Latar Belakang

Kawasan pegunungan Papua kembali disorot terkait konflik bersenjata antara aparat keamanan Indonesia dan kelompok separatis seperti OPM. Di tengah konflik tersebut, warga sipil—baik orang asli Papua maupun pendatang—terjebak dalam kekerasan yang berlangsung lama.
Contohnya: pada April 2025, sedikitnya 11 penambang emas sipil tewas dalam aksi yang dilakukan OPM di Kabupaten Yahukimo. Kelompok bersenjata mengklaim korban sebagai “intel TNI”, namun pihak militer menyebut korban sebagai warga sipil tak berdosa. The Australian+2Pacific News+2
Kasus lainnya: pada Juni 2025, dua pekerja konstruksi dari Jawa Barat ditembak saat bekerja di Jayawijaya—diduga oleh OPM—membuktikan bahwa warga non-Papua pun rentan menjadi korban. West Papua Voice


Bentuk Kekerasan & Pelanggaran HAM

  • Pembunuhan sipil tak berdosa: OPM dituduh menembak warga sipil yang tidak terlibat militer secara langsung. Dalam laporan April 2025: “OPM kills civilians: crimes against humanity…” menyebut korban adalah penambang sipil yang tak punya hubungan militer. Pacific News+1

  • Intimidasi dan propaganda: OPM kerap menuduh warga sebagai intel TNI/Polri sebelum menyerang mereka sebagai “musuh”. Asia Pacific Solidarity+1

  • Pengusiran dan ketakutan massal: Konflik terus membayangi kehidupan warga, memicu pengungsian dan rasa aman yang sangat menipis. The Guardian+1


Dampak pada Warga Lokal

  • Warga hidup dalam kondisi teror berkepanjangan, merasa harus “bergerak atau disasar”.

  • Aktivitas ekonomi seperti penambangan, pertanian atau konstruksi terganggu karena keamanan tidak stabil.

  • Anak-anak dan keluarga tinggal di area konflik, menimbulkan trauma generasi. Bersamaan itu, akses pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan) sering terhambat. The Guardian+1

  • Ketidakjelasan identitas korban (sipil vs militer) memperbesar risiko salah sasaran dan mempersulit penanganan hukum.


Pernyataan Resmi & Penilaian

  • Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menyebut aksi OPM di Yahukimo sebagai “barbarity, a crime against humanity that must be stopped” dan menolak klaim OPM bahwa korban adalah tentara. Pacific News+1

  • Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia juga meminta pendekatan yang terukur dan layanan publik yang lebih kuat untuk meredam konflik. ANTARA News


Tantangan dalam Penanganan

  • Akses ke wilayah konflik terbatas: geografis yang sulit dan komunikasi yang terhambat mempersulit investigasi independen. Pacific News

  • Propaganda dan klaim berbeda dari kedua belah pihak (OPM & TNI) menjadikan verifikasi fakta sulit.

  • Ketiadaan pengawasan yang kuat dan transparansi menghambat akuntabilitas terhadap pelaku kekerasan.

  • Memadukan pendekatan keamanan dan pembangunan masih menjadi pekerjaan rumah besar untuk pemerintah daerah dan pusat.


Kesimpulan

Kelompok OPM, dalam konflik berkepanjangan di Papua, terus melakukan aksi kekerasan yang menargetkan warga sipil—baik lokal maupun pendatang. Tragedi seperti pembunuhan penambang emas di Yahukimo dan pekerja konstruksi di Jayawijaya menegaskan bahwa warga terus menjadi sasaran. Meskipun pemerintah dan Komnas HAM telah mengakui dan mengecam pelanggaran ini, tantangan besar tetap ada dalam menangani akar konflik dan melindungi hak asasi manusia di wilayah Papua.