Jakarta — Penelitian sejarah terbaru menyoroti dimensi jarang dibahas dalam konflik besar Perang Jawa (1825-1830): peran aktif raja dan pemuka masyarakat dari luar Jawa—seperti Madura, Sulawesi Utara, Maluku dan Buton—yang menjadi sekutu militer bagi pemerintahan kolonial Belanda melawan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya.
Temuan ini memunculkan ulang perspektif bahwa perang ini tidak hanya soal “Jawa vs Belanda”, tetapi juga melibatkan aktor politik lokal di luar Pulau Jawa yang memilih bersekutu dengan Belanda.
Latar Sejarah Singkat
Perang Jawa dimulai pada 1825 atas alasan pajak dan pembebasan kerajaan Mataram dari campur tangan kolonial, namun menyebar menjadi pemberontakan berskala besar. Belanda kemudian merekrut legiun bantuan (hulptroepen) dari berbagai daerah di Nusantara untuk mengatasi konflik tersebut.
Di antaranya: Legiun Mangkunegaran dan Pakualam dari Jawa, serta pasukan “Barisan Madura” yang dikirim ke Yogyakarta. Historia.ID
Raja dan Pemuka Luar Jawa yang Terlibat
Beberapa tokoh dan daerah luar Jawa yang tercatat: Historia.ID
-
Madura: Pasukan dari Sumenep turut bagian dalam korps bantuan Belanda.
-
Sulawesi Utara (Minahasa): Pasukan Tulungan dari Minahasa dikirim ke Pulau Jawa melalui laut pada Maret 1829, dipimpin oleh Mayor Herman Dotulong.
-
Buton (Sulawesi Tenggara): Sultan Buton mengerahkan 700 rakyatnya di bawah pangkat mayor ke wilayah Bagelen sebagai infanteri ringan dengan senjata tradisional dan senapan.
-
Maluku (Tidore & Ternate): Sultan Tidore dan Ternate masing-masing mengirim pasukan ratusan orang ke Samarang dan kemudian ke wilayah konflik.
Faktor Pendorong Kolaborasi
Mengapa raja-raja luar Jawa memilih bersekutu dengan Belanda? Beberapa alasan riset menunjukkan:
-
Kepentingan politik lokal untuk mempertahankan status dan kekuasaan di tengah intervensi kolonial.
-
Penawaran bayaran dan pangkat dari Belanda—contoh: mayor dari Buton menerima bayaran 500 gulden. Historia.ID
-
Strategi Belanda untuk memperkuat pasukan dengan merekrut dari luar Jawa agar punya keunggulan militer dan kontrol sosial.
Implikasi Penemuan Ini
Penemuan ini mengubah narasi tradisional sejarah Indonesia yang sering menempatkan Perang Jawa sebagai konflik internal Jawa saja. Kini terlihat bahwa:
-
Konteks konflik adalah Nusantara luas dengan banyak aktor sekaligus, bukan hanya Pulau Jawa.
-
Hubungan antardaerah dan kekuasaan lokal memainkan peran dalam kolonialisasi—bukan satu pihak dominan saja.
-
Interpretasi ulang diperlukan dalam pendidikan sejarah agar masyarakat memahami kompleksitas konflik kolonial.
Kesimpulan
Hasil riset tentang peran raja-raja luar Jawa dalam Perang Jawa membuka babak baru historiografi Indonesia. Bahwa pasukan dari Madura, Sulawesi, Maluku dan Buton tak sekadar penonton, tetapi aktor aktif—membantu Belanda melawan Diponegoro.
Sebagai pembaca dan warga yang menghargai sejarah, penting untuk melihat konflik besar seperti Perang Jawa secara lebih luas: tentang kekuasaan lokal, kolonialisme dan interaksi antar-daerah yang membentuk Nusantara.
